This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 31 Oktober 2011

Manfaat Serta Posistifnya Internet Untuk Anak-Anak...

INTERNET telah membawa pengaruh pada anak, baik positif maupun negatif. Nah, bagaimana menghindari dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif internet pada buah hati Anda?
Pengaruh internet memang sudah semakin besar di zaman teknologi ini. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi bergantung kepada internet entah untuk pekerjaan atau berhubungan dengan pertemanan. Tak hanya orang dewasa, internet pun sudah mulai menjadi teman akrab anak-anak. Generasi platinum, begitulah sebutan bagi anak yang terlahir di atas tahun 2000. Sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan internet dan alat komunikasi modern, seperti ponsel.
Dikatakan oleh Life Coach Novianto Triwidia Jaya atau akrab dipanggil Novian bahwa generasi ini memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengakses dan mengakomodasi informasi sehingga mereka memiliki kesempatan lebih banyak dan terbuka untuk mengembangkan dirinya. ”Tidak sedikit anak yang menjadi kecanduan internet sehingga tidak sedikit juga orangtua yang menjadi kewalahan dan pusing,” ucap Novian yang berpraktek di Dynamic Brain, sebuah lembaga Konsultan Pola Asuh dan Pendidikan.
Bagi orangtua, membatasi anak berinternet adalah keharusan agar anak tidak kebablasan sehingga bisa mendapatkan pengaruh yang buruk dari internet. Pengaruh buruk tersebut antara lain anak akan kehilangan konsentrasi dalam belajar, atau bisa juga karena kecanduan berinternet, maka banyak waktu mereka yang tersita.
Novian mengatakan, sebaiknya orangtua menjelaskan kepada anak sejak awal bahwa internet hanya digunakan untuk mengeksplorasi hal-hal yang berkaitan dengan pelajarannya saja, seperti ilmu sains, biologi, sosial dan lainnya. Misalnya saja seperti pada masalah sosial, mereka boleh saja menggunakan situs jejaring sosial. Namun dengan batasan-batasan, karena tidak menutup kemungkinan juga dengan situs jejaring sosial ini mereka akhirnya memperoleh ilmu kecakapan seperti bahasa asing, minimal bahasa Inggris karena akses yang digunakan umumnya menggunakan bahasa asing.
”Jika internet digunakan secara tepat guna dan dengan benar, maka dampak internet itu sebenarnya membawa manfaat yang baik dan berguna,” ungkapnya.
Pengaruh multimedia pada anak bisa didapat dari pengaruh audio visual. Karena dengan audio visual yang mengajarkan secara berulang-ulang ini, anak menjadi lebih terlatih.
Untuk menyikapi dampak negatif dari berinternet tadi, sebaiknya anak diberikan batas. Berikan ketegasan kepada anak, sampai berapa lama ia boleh berinternet. Semisal 1 jam setiap harinya, atau hanya memberikannya di akhir pekan atau ketika anak libur. Dalam hal ini orangtua harus tegas memberikan jam berinternet pada anak.
Namun, untuk berinternet juga harus dalam pengawasan . Tanpa pengawasan, bisa saja anak dengan mudah men-download file atau mengakses website yang terlarang dan hanya untuk orang dewasa saja. Oleh sebab itu, salah satu yang mesti dipenuhi orangtua di era ini adalah tidak gagap teknologi, sehingga dengan informasi yang mengalir deras, orangtua tetap bisa menyaring agar tidak semua informasi yang tidak perlu bisa diterima anak.
Dikatakan Pengamat anak Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto ini menuturkan, sebenarnya orangtua dapat memanfaatkan internet sebaik mungkin. Di antaranya sebagai sumber juga perpustakaan ilmu dari seluruh dunia untuk anak-anak, asalkan penggunaan internet dengan benar ini dijelaskan oleh orangtua sebelumnya.
“Menambah ilmu pengetahuan serta wawasan dan belajar dari internet merupakan cara yang murah juga mudah,” papar Ketua KOMNAS Perlindungan Anak ini.
Di masa pertumbuhan, anak senang bereksplorasi, untuk itu, internet dapat menjadi tempat yang paling mudah dan cepat untuk mendapatkan jawaban atas ketidaktahuan dari pertanyaan yang muncul dalam pikiran mereka. Khususnya mengenai ilmu pengetahuan yang tidak jarang juga membuat anak penasaran. (Koran SI/Koran SI/tty)

Sumber: Lifestyle Okezone.com

Minggu, 30 Oktober 2011

Teknik Mengatasi Efek Negatif Pada Perkembangan Anak


Melihat persoalan-persoalan seperti disini semakin marak terjadi, ada beberapa langkah preventif, dengan cara memahami watak/ Kepribadian anak :
1. Teknik Tes
Teknik tes atau sistem testing merupakan usaha pemahaman murid dengan menggunakan alat-alat yang bersifat mengungkap atau mentes. Sedangkan tes adalah sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi (mengamati) tingkah laku individu melalui skala angka atau sistem kategori. Selain itu tes mengandung pengertian alat untuk menentukan atau menguji sesuatu.
1.       Penggunaan teknik dari tes bertujuan :
a)    Menilai kemampuan belajar murid
b)   Memberikan bimbingan belajar kepada murid
c)    Mengecek kemampuan belajar
d)   Memahami kesulitan-kesulitan belajar
e)   Menilai efektivitas (keberhasilan) mengajar (Shertzer & Stone; 1971:235)
2.       Berdasarkan atas aspek yang diukur, tes dibedakan atas:
Tes Intelegensi Yaitu suatu teknik atau alat yang digunakan untuk mengungkapkan tarap kemampuan dasar seseorang yaitu kemampuan dalam berpikir, bertindak dan menyesuaikan dirinya secara efektif. Macam-macam tes intelegensi :
A.      Tes intelegensi umum, bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang taraf kemampuan seseorang
B.      Tes intelegensi khusus, menggambarkan taraf kemampuan seseorang secara spesifik.
C.      Tes intelegensi differensial, memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam berbagai bidang yang memungkinkan didapatnya profil kemempuan tersebut.
Manfaat tes intelegensi :
A.      Menganalisis berbagai masalah yang dialami murid
B.      Membantu memahami sebab terjadinya masalah
C.      Membantu memahami murid yang mempunyai kemampuan yang tinggi juga yang rendah
D.      Menafsirkan kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi siswa
II.         Tes Bakat
Yaitu suatu teknik atau alat yang digunakan untuk mengetahui kecakapan, kemampuan atau keterampilan seseorang dalam bidang tertentu.
Tes bakat berguna untuk membantu seseorang dalam membuat rencana dan keputusan yang bijaksana berkenaan dengan pendidikan dan pekerjaan.
Untuk mengetahui bakat seseorang, telah dikembangkan berbagai macam tes :
a.       Rekonik, tes ini mengukur fungsi motorik, persepsi dan berpikir mekanis.
b.      Tes bakat musik, tes yang mengukur kemampuan dalam aspek-aspek nada, suara, ritme, warna bunyi dan memori
c.       Tes bakat artistik, yaitu kemampuan menggambar, melikis dan meripa.
d.      Tes bakat krelikal (perkantoran), yaitu tes mengukur kecepatan dan ketelitian.
e.      Tes bakat multifaktor, tes yang mengukur berbagai kemampuan khusus.
·      Tes ini mengukur beberapa kemampuan khusus diantaranya :
a.       Berpikir verbal, yang memngungkapkan kemampuan nalar secara verbal
b.      Kemampuan bilangan, kemampuan berpikir yang menggunakan angka-angka
c.       Berpikir abstrak, kemampuan berpikir dengan nalar yang bersifat nonverbal tanpa angka-angka
d.      Berpikir mekanik, kemempuan serta pemahaman mengenai huku-hukum yang mendasari alat-alat, mesin-mesin, dan gerakan-gerakan.
III.       Tes Kepribadian
Yaitu suatu tes untuk mengetahui kepribadian seseorang yang terorganisasi secara dinamis dan sistem-sistem psikologis dalam sisi individu yang menentukan penyesuaian-penyesuain yang unik dengan lingkungan.
·      Kepribadian dapat diukur dengan :
a.       Apa yang seseorang katakan tentang keadaan dirinya sendiri;
b.      Apa yang orang lain katakan tentang keadaan diri seseorang;
c.       Apa yang seseorang lakukan dalam situasi tertentu.
IV.      Tes Prestasi Belajar
Yaitu suatu alat (tes) yang disusun untuk mengukur hasil-hasil pengajaran. Tujuan utama penggunaan tes prestasi belajar adalah agar guru dapat membuat keputusan-keputusan seleksi dan klasifikasi serta menentukan keefektifan pengajaran.
·      Tes prestasi belajar meliputi :
a.       Tes diagnostik,yang dirancang agar guru dapat mengetahui letak kesulitan murid, terutama dalam berhitung dan membaca;
b.      Tes prestasi belajar kelompok yang baku;
c.       Tes prestasi belajar yang disusun guru
2.       Non-Tes
Teknik non-tes merupakan prosedur mengumpulkan data untuk memahami pribadi siswa pada umumnya bersifat kualitatif.
Beberapa macam teknik non-tes diantaranya :
I.           Observasi
Yaitu teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku). Yang paling berperan disini adalah panca indra atau pengindraan terutama indra penglihatan, dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu
b.      Direncanakan secara sistematis
c.       Hasilnya dicatat dan diolah sesuai tujuan
d.      Perlu diperiksa ketelitiannya.
·      Teknik observasi ini dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis :
a.       Observasi sehari-hari
b.      Observasi sistematis
c.       Observasi partisipatif, disini pengamat ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang yang damati.
d.      Nonpartisifatif, disini pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang yang diamati.
II.         Catatan Anekdot
Yaitu catatan otentik hasil observasi yang menggambarkan tingkah laku murid atau kejadian dalam situasi khusus, bisa menyangkut individu juga kelompok.
Dengan menggunakan catatan anekdot guru dapat :
a.       Memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan anak
b.      Memperoleh pemahaman tentang sebab-sebab dari gejala tingkah laku murid
c.       Memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan murid.
Catatan anekdot yang baik memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1)   Objektif
Untuk mempertahankan objektivitas dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
A.      Catatan dibuat sendiri oleh guru
B.      Pencatatan dilakukan segera setelah suatu kegiatan terjadi
C.      Deskripsi dari suatu peristiwa dipisahkan dari tafsiran pencatatan sendiri.
2)   Deskriptif
Catatan suatu peristiwa mengenai murid hendaknya lengkap disertai latar belakang, percakapan dicatat secara langsung, dan kejadian-kejadian dicatat secara tersusun sesuai dengan kejadiannya.
3)   Selektif
Situasi yang dicatat adalah situasi yang relevan dengan tujuan dan masalah yang sedang menjadi perhatian guru sesuai keadaan murid.
III.       Wawancara
Wawancara merupakam teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan responden atau orang ynag diminta informasi.
·      Kelebihan Wawancara :
1)   Merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkap keadaan pribadi murid
2)   Dapat dilakukan terhadap setiap tingkatan umur
3)   Dapat dilaksanakan serempak dengan kegiatan observasi
4)   Digunakan untuk pelengkap data yang dikumpulkan dengan teknik lain.
·      Kekurangan Wawancara :
1)   Tidak efisien, yaitu tidak dapat menghemat waktu
2)   Sangat bergantung terhadap kesediaan kedua belah pihak
3)   Menuntut penguasaan bahasa dari pihak pewawancara
IV.      Angket
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsuang, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden.
·      Beberapa petunjuk untuk menyusun angket :
1)   Gunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti lengkap
2)   Susun kalimat sederhana tapi jelas
3)   Hindari kata-kata yang sulit dipahami
4)   Pertanyaan jangan bersifat memaksa untuk dijawab
5)   Hindarkan kata-kata yang negatif dan menyinggung perasaan responden.
V.        Autobiografi
Yaitu sebuah karangan pribadi seseorang (siswa) yang murni hasil dirinya sendiri tanpa dimasuki pikiran dari orang lain, ini lebih menjurus tentang pengalaman hidup, cita-cita dan lain sebgainya.
Autobiografi bagi guru bertujuan untuk mengetahui keadaan murid yang berhubungan dengan minat, cita-cita, sikap terhadap keluarga, guru atau sekolah dan pengalaman hidupnya.
Autobiografi ini dalam pembuatannya dibagi kedalam dua jenis, yaitu karangan terstruktur dan tidak terstruktur.
·         Terstruktur
Karangan pribadi ini disusun berdasarkan tema (judul) yang telah ditentukan sebelumnya, seperti: cita-citaku, keluargaku, teman-temanku, masa kecilku dan sebagainya.
·         Tidak terstruktur
Di sini murid diminta membuat karangan pribadi secara bebas, dan tidak ditentukan kerangka karangan terlebih dahulu.
VI.      Sosiometri
Teknik ini bertujuan untuk memperoleh informasi dengan menghubungkan atau interasksi sosial diantara murid. Dengan sosiometri guru dapat mengetahui tentang :
1)   Murid yang populer (banyak disenangi teman)
2)   Murid yang terisolir (tidak dipilih/disukai teman)
3)   Klik (kelompok kecil, 2-3 orang murid).
·         Sosiometri juga dapat digunakan untuk :
1)   Memperbaiki hubungan insani diantara anggota-anggota kelompok tertentu
2)   Menentukan kelompok kerja
3)   Meneliti kemampuan memimpin seorang individu dalam kelompok tertentu untuk suatu kegiatan tertentu.
VII.    Study Kasus
Dalam melaksanakan studi kasus ini dapat ditempuh langkah-langkah :
1)   Menemukan murid yang bermasalah, contih: prestasi belajarnya sangat rendah, nakal, sering bertengkar dan sering bolos.
2)   Memperoleh data
·         Cara untuk memperoleh data :
a.    Wawancara dengan guru lain
b.    Home visit, yaitu kunjungan kerumah orang tua murid
c.     Wawancara langsung dengan siswa yang bersangkutan
3)   Menganalisis data
Berbagai faktor yang mungkin terjadi penyebab anak mengalami kelainan :
a.    Kondisi keluarga yang tidak harmonis
b.    Tingkat kecerdasan rendah
c.     Motivasi belajar rendah
d.    Sering sakit-sakitan
e.    Kurang mengetahui konsep-konsep dasar atau pengetahuan tentang mata pelajaran tertentu
4)   Memberikan layanan bantuan
Apabila berdasarkan analisis ternyata faktor penyebabnya itu kurang menguasai konsep-konsep dasar dalam mata pelajaran tertentu, maka caranya yaitu dengan mengajar kembali tentang konsep-konsep dasar mata pelajaran tertentu.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Pengaruh Musik Pada Perkembangan Otak Anak

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.
Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, "Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia".
Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.
"Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony", demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. "Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh". Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan "head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. "Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony", ujar Ev. Andreas Christanday.
Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup. Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia.
Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, "Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi".

Kamis, 27 Oktober 2011

Pentingnya Pendidikan Bagi Anak Sejak Dini...

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007).
Penyelenggaraan pendidikan pada anak usia dini di negara maju telah berlangsung lama sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat (community based education), akan tetapi gerakan untuk menggalakkan pendidikan ini di Indonesia baru muncul beberapa tahun terakhir. Hal ini didasarkan akan pentingnya pendidikan untuk anak usia dini dalam menyiapkan manusia Indonesia seutuhnya (MANIS), serta membangun masa depan anak-anak dan masyarakat Indonesia seluruhnya (MASIS). Namun sejauh ini jangkauan pendidikan anak usia dini masih terbatas dari segi jumlah maupun aksesibilitasnya. Misalnya, penitipan anak dan kelompok bermain masih terkonsentrasi di kota-kota. Padahal bila dilihat dari tingkat kebutuhannya akan perlakuan sejak dini, anak-anak usia dini di pedesaan dan dari keluarga miskin jauh lebih tinggi guna mengimbangi miskinnya rangsangan intelektual, sosial, dan moral dari keluarga dan orang tua.
Pemerintah telah menunjukkan kemauan politiknya dalam membangunan sumber daya manusia sejak dini. Seperti disampaikan Ibu Megawati (wakil presiden pada saat itu) saat membuka Konferensi Pusat I Masa Bakti VII Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia. Beliau menegaskan pentingnya pendidikan anak usia dini dalam konsep pembinaan dan pengembangan anak dihubungkan pembentukan karakter manusia seutuhnya. Lebih jauh lagi beliau menyatakan sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan bagi anak di usia dini merupakan basis penentu pembentukan karakter manusia Indonesia di dalam kehidupan berbangsa.
Pernyataan ini menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting bagi kelangsungan bangsa, dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan sumber daya manusia harus dipandang sebagai titik sentral mengingat pembentukan karakter bangsa dan kehandalan SDM ditentukan bagaimana penanaman sejak anak usia dini. Pentingnya pendidikan pada masa ini sehingga sering disebut dengan masa usia emas (the golden age).
 2.1 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Saat ini bidang ilmu pendidikan, psikologi, kedokteran, psikiatri, berkembang dengan sangat pesat. Keadaan itu telah membuka wawasan baru terhadap pemahaman mengenai anak dan mengubah cara perawatan dan pendidikan anak. Setiap anak mempunyai banyak bentuk kecerdasan (Multiple Intelligences) yang menurut Howard Gardner terdapat delapan domain kecerdasan atau intelegensi yang dimiliki semua orang, termasuk anak. Kedelapan domain itu yaitu inteligensi music, kinestetik tubuh, logika matematik, linguistik (verbal), spasial, naturalis, interpersonal dan intrapersonal.
Multiple Intelligences ini perlu digali dan ditumbuh kembangkan dengan cara memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan secara optimal potensi-potensi yang dimiliki atas upayanya sendiri (Tientje, 2000).
2.2 Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membangun Masa Depan Bangsa
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000 menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh kembang anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.
Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia dini diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: (1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
2.3 Perkembangan Anak Usia Dini
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan anak usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan pengetahuan tentang PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut adalah keliru.
Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu itu perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran anak, misalnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar tentang PAUD. Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh karena itu haruslah orang yang menggantikan peran ibu tersebut memahami proses tumbuh kembang anak.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam hubungan dengan PAUD (Hughes, 1999), yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non linier, menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif.
Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya guru mendominasi kelas dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak maka proses belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses belajar mengajar seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap tingkat kesulitan yang dialami masing-masing anak.
Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi, alasan utama yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena orangtua bekerja di luar rumah.
Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan agar penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik tubuh, logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan intrapersonal, karena pada umumnya semua orang punya tujuh intelegensi itu, tentu bervariasi tingkat skalanya.
2.4 Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak untuk menjadi orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah banyak hal dalam kehidupan, dan pada akhirnya mau atau tidak kita dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang mudah. Dunia yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah, mudah, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun dalam kepemilikanya banyak bergantung pada peranan orang tua.
Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak-anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang kehidupan mereka, maka akan membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun mendatang. Pada tahun itulah mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk ke dalam kemandirian penuh, masuk ke dalam dunia mereka yang independen yang sudah seharusnya terlepas penuh dari orang tua dimana keputusan-keputusan hidup mereka sudah harus dapat dilakukan sendiri. Disinilah peranan orang tua sudah sangat berkurang dan sebagai orang tua, pada saat itu kita hanya dapat melihat buah hasil didikan kita sekarang, tanpa dapat melakukan perubahan apapun.
Mengapa orang tua perlu meningkatkan intelektualitas anak demi mempersiapkan mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah saat ini meminta persyaratan yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa. Masih didapat siswa yang masuk SD sudah diperkenalkan dengan berbagai macam pelajaran dan ilmu sejak dini. Anak-anak sudah harus memiliki kreativitas yang tinggi sejak kecil. Oleh sebab itu, anak-anak yang memiliki intelektualitas yang tinggi akan lebih mudah menerima dengan baik semua yang diajarkan. Mereka akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menerima hal-hal yang baru, atau intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum mereka masuk ke sekolah. Kondisi seperti itulah yang menempatkan orang tua sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam program pendidikan informal yang terjadi di lingkungan keluarga.
2.5 Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini
Memasuki abad XXI dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian system pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan daerah, peserta didik, dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Permasalahannya adalah ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi ketiga tantangan di atas, disebabkan rendahnya mutu sumber daya manusianya. Untuk menghadapi tantangan itu, diperlukan upaya serius melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa sehingga dapat membentuk masyarakat madani. Pendidikan anak usia dini merupakan hal paling mendasar yang dilakukan sedini mungkin dan dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh, artinya layanan yang diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan, kesehatan dan gizi. Terpadu mengandung arti layanan tidak saja diberikan pada anak usia dini, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat sebagai satu kesatuan layanan.
Sumber:
CHA, Wahyudi dan Damayanti, Dwi Retna. 2005. Program Pendidikan Untuk Anak Usia Dini di Prasekolah Islam. Jakarta: Grasindo.
Isjoni. 2007. Saatnya Pendidikan Kita Bangkit. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anwar dan Ahmad, Arsyad. 2007. Pendidikan Anak Dini Usia. Bandung: Alfabeta.
Tientje, Nurlaila N.Q. Mei dan Iskandar, Yul. 2004. Pendidikan Anak Dini Usia Untuk Mengembangkan Multipel Inteligensi. Jakarta: Dharma Graha Group.
Indrawati, Maya dan Nugroho, Wido. 2006. Mendidik dan Membesarkan Anak Usia Pra-Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Asfandiyar, Andi Yudha. 2009. Kenapa Guru Harus Kreatif?. Jakarta: Mizan Media Utama.
http://paud-usia-dini.blogspot.com/2008/06/pengasuhan-anak.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
artikel diambil dari DIDA'S BLOG


Read more: Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini | www.yapi-alazhar.sch.id http://www.yapi-alazhar.sch.id/en/artikel-dan-opini/item/9-pentingnya-pendidikan-anak-usia-dini.html?tmpl=component&print=1#ixzz1bxicG6Ql
Get this free plugin from FreeCSS3Templates.com

Rabu, 26 Oktober 2011

Tes Psikologi untuk Anak, Bukan Sembarang Tes

Menjelang kelulusan, banyak taman kanak-kanak (TK) yang mengadakan tes psikologi untuk para siswanya. Sebagian sekolah dasar bahkan mensyaratkan adanya hasil tes psikologi saat pendaftaran siswa baru. Selain alasan itu, banyak orangtua yang sebenarnya tak paham perlu atau tidaknya tes psikologi untuk anak mereka. Mereka menganggap anak mereka baik-baik saja dan tak punya masalah berarti yang harus dikonsultasikan pada psikolog.
Tak Sembarang Tes
 Tes psikologi atau psiko tes adalah salah satu cara atau metode untuk mengukur aspek-aspek invidu. “Nah, aspek-aspek ini bisa macam-macam, seperti potensi kecerdasan, kepribadian, kepemimpinan, aspek kognisi, afeksi dan sebagainya
 Pada dasarnya tes psikologi dilakukan bila orangtua atau guru melihat ada masalah pada anak, misalnya saat seorang anak punya perilaku yang sulit di rumah atau saat prestasinya terus merosot. Masalah-masalah ini tentu harus dicari penyebabnya agar kondisi dan perkembangan anak bisa berjalan dengan baik.
Jadi tidak hanya karena mengikuti tren dan melihat orangtua lain melakukan tes psikologi untuk anak, lalu orangtua lainnya ikut-ikutan padahal anaknya tak punya masalah apa-apa. “Kalau ada orangtua datang kepada kami, lalu ingin anaknya dites hanya karena orangtua ingin saja anaknya dites, biasanya kami suruh pulang.
Kalau saat ini banyak dilakukan tes psikologi untuk anak-anak usia TK yang mau melanjutkan ke sekolah dasar, itu adalah tes untuk mengukur kemampuan dan kesiapan anak untuk sekolah. Dari tes itu akan terlihat apakah anak sudah memiliki kematangan emosional, kemampuan melakukan interaksi sosial, lalu apakah ia juga sudah mampu mengenali abjad dan sebagainya.
Sementara untuk mengetahui IQ, ibu tiga anak ini menganggap semestinya tak dilakukan di usia dini ini. “Kasihan sekali kalau anak sekecil itu sudah divonis dengan IQ sekian, padahal anak-anak masih terus berkembang. Disarankan tes IQ itu dilakukan saat anak sudah sekolah,” kata lulusan program profesi  psikolog, Universitas Padjadjaran Bandung ini.   
Lalu, kalau memang sudah diketahui IQ anak tidak terlalu tinggi, orangtua pun jangan sampai terlalu patah semangat. “Setiap anak kan punya ‘cahaya’ sendiri-sendiri. Inilah yang harus dioptimalkan. Orangtua yang penuh cinta kasih dengan jendela batinnya akan tahu kebutuhan anak-anaknya. Jadi biar saja kalau misalnya anak tidak optimal di sekolah, tapi bisa jadi ia juara renang, pandai melukis dan sebagainya.
Buat Anak Merasa Nyaman
Ketika ada masalah pada anak dan orangtua membawanya ke psikolog, tes psikologi pun tak bisa langsung diberikan. Biasanya psikolog melakukan konseling dulu dengan orangtua sehingga didapat gambaran tentang kondisi anak. Kalau setelah konseling beberapa kali dirasa perlu, maka tes psikologi untuk anak pun bisa dilakukan.
“Sebelum anaknya diproses, kita biasanya mencari tahu dulu apa yang menjadi kegundahan orangtua. Lalu kita minta komitmen mereka untuk berubah, bila memang hasil tes nanti menunjukkan masalah bersumber dari ketidakdekatan antara orangtua dan anak. Kita minta kesiapan orangtua untuk mendukung perubahan pada anak, yang berarti orangtua juga harus berubah
Saat melakukan tes psikologi, anak mesti dalam kondisi yang baik, nyaman dan tidak tertekan. Jangan sampai sebelum tes, orangtua memperingatkan anak bahwa mereka harus menunjukkan perilaku yang baik karena akan dites. Peringatan semacam ini akan membuat anak merasa tertekan dan bisa jadi malah jadi takut kepada psikolog.
Namun, juga mengingatkan orangtua untuk mempersiapkan anak bangun lebih awal dan sarapan dulu agar mood mereka jadi bagus. Dalam pengukuran IQ bisa jadi tes menunjukkan hasil yang tidak sesuai hanya karena anak menjalaninya dengan mood yang kurang baik.
Suasana juga dibuat senyaman mungkin, bahkan dengan cara bermain. Dengan hanya mengajak bermain dan bercakap-cakap, biasanya psikolog yang berpengalaman sudah tahu apa yang menjadi masalah anak. Tak perlu lagi menggunakan tes yang bersifat formal.
Tes juga bisa dilakukan di sekolah – bekerja sama dengan sebuah biro konsultan – dengan syarat kondisi sekolah juga dibuat senyaman mungkin. Tidak boleh mencontek sana sini karena hasilnya bisa tidak akurat. Respons positif atau negatif yang diberikan anak terhadap tes psikologi ini juga bisa membedakan hasilnya.
Bila dilakukan di sekolah, tes bisa dilakukan secara klasikal (bersama-sama lebih dari satu anak) dan individu (satu anak sendirian). Keduanya tentu baik. “Namun kalau hasil yang didapat ingin lebih optimal memotret anak dari berbagai aspek, tentu saja yang lebih bagus adalah tes secara individu,” saran .  Lama waktu tes tergantung kepada usia anak dan stamina masing-masing anak. Kalau sudah lelah biasanya mereka tidak mau menjalani tes lagi. Maka kadang-kadang perlu disiapkan makanan, minuman dan arena bermain untuk membuat mereka nyaman kembali. Kalau mood-nya sudah baik, bisa kembali mengerjakan tes yang tersisa. Dalam suasana yang nyaman dan mood yang baik, anak-anak tak merasakan 3 sampai 4 jam tes yang mereka jalani. “Fleksibilitas waktu tes untuk anak-anak itu tinggi sekali, bahkan satu tes bisa dijalani hingga beberapa hari,” imbuh wanita kelahiran Palembang, 36 tahun silam ini.
Hasil tes ini nantinya tidak selalu berbentuk angka, kebanyakan berupa uraian yang menggambarkan kondisi anak. Orangtua perlu kembali berkonsultasi dengan psikolog untuk mencapai goal setting bagi sang buah hati sesuai hasil tes tersebut. Di situ didiskusikan langkah-langkah apa yang harus orangtua lakukan untuk membuat keadaan anak menjadi lebih baik.
Apa pun hasil tes yang didapat, setiap orangtua harus tetap memahami bahwa setiap anak punya karakteristik tertentu. Jadi apa pun kondisi anak, mereka adalah mutiara yang harus terus diasah. “Jika ingin anak menjadi berkilau, maka tugas orangtualah untuk mengasahnya dengan kasih sayang dan cinta kasih yang tiada berbatas,

Selasa, 25 Oktober 2011

Buat Kamu Apakah Arti RemajaMu ???

Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best of time and the worst of time.
Kita menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja :
Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.
Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).
Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. Permasalahan yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya
Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.
Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa.
Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.
Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak.

Senin, 24 Oktober 2011

Membangun kepercayaan Dengan Pasangan...

Cinta dan kebahagiaan dalam perkawinan terkait erat dengan tiga elemen kepercayaan: predictability, dependability, dan faith. Apa dan bagaimana itu?
Walau ada juga orang yang menikah mendadak, seperti dalam sinetron, umumnya untuk memasuki hidup perkawinan, seseorang bersama pasangannya memerlukan persiapan yang cukup panjang. Ada yang melalui masa
pacaran dalam hitungan setahun atau beberapa tahun, dan ada pula yang masa pacarannya berlangsung hingga belasan tahun.

Saling jatuh cinta saja seringkali belum cukup membuat orang langsung menikah, meskipun ada juga yang nekat melakukannya. Pada umumnya setelah saling jatuh cinta, para pasangan masih memerlukan proses membina hubungan hingga mereka benar-benar mantap sebagai pasangan. Dan pada umumnya dengan pernikahan seseorang ingin hidup bahagia sepanjang masa bersama pasangan.

Seperti halnya dalam dunia bisnis yang mensyaratkan adanya kepercayaan para pelanggan supaya bisnis dapat terus berkembang, dalam perkawinan kita juga perlu membina rasa saling percaya agar memiliki jaminan hubungan jangka panjang. Dengan dicapainya rasa saling percaya, kita dapat melewati hidup bersama pasangan secara lebih tenang, tanpa banyak konflik.

Perkembangan Hubungan
Sungguh terasa sangat manis ketika menjumpai berbagai pasangan muda yang memasuki gerbang perkawinan dengan masa pacaran yang cukup, dan memasuki perkawinan dengan mantap. Ketika memasuki perkawinan keduanya telah meyakini kualitas pribadi pasangan dan optimis akan hidup bahagia bersama. Sebagian dari pasangan bahagia ini adalah orang-orang muda yang memiliki kepribadian relatif stabil, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis.
Ada yang melewati masa-masa pacaran tanpa banyak gejolak, sebagian yang lain telah melalui masa-masa pengembangan hubungan yang bergejolak. Cemburu atau rasa kurang percaya merupakan hal yang cukup lumrah terjadi ketika dua insan mulai membangun komitmen hubungan jangka panjang.
Untuk memahami hal ini, kita lihat tahapan pengembangan hubungan percintaan (Deaux et al., 1993):

- Tahap pertama, tahap perkenalan
Pada tahap ini terbentuk kesan pertama, dan selanjutnya terjadi interaksi.

- Tahap kedua, pembentukan hubungan yang nyata
Pada tahap ini terjadi peningkatan saling ketergantungan. Terjadi peningkatan interaksi dan kehendak untuk saling membuka diri; mulai meluangkan waktu dan energi untuk hubungan tersebut; mengoordinasikan aktivitas satu sama lain; dan mengantisipasi interaksi yang menyenangkan di masa yang akan datang.
- Tahap ketiga, tahap mempererat hubungan
Kemajuan dalam tahap ini tidak selalu mulus. Dapat terjadi ketegangan di antara keduanya. Contohnya, pasangan yang bercinta sering mengidealkan pasangannya, tetapi akhirnya menemukan karakteristik tidak ideal pada pasangannya.
Pada tahap ini kemungkinan terjadi kecemburuan, sebagai akibat pertumbuhan komitmen. Terdapat ungkapan, “Cemburu selalu lahir bersamaan dengan lahirnya cinta”. Pada laki-laki, kecemburuan seringkali berhubungan dengan harga diri (self-esteem) atau status. Sementara pada perempuan, kecemburuan terutama berhubungan dengan ketergantungan yang kuat terhadap hubungan itu sendiri.

- Tahap keempat, merupakan tahap perkembangan komitmen yang nyata
Pada tahap ini terjadi perubahan perasaan-perasaan dan perilaku. Salah satu perubahan yang ada adalah terjadinya peningkatan kepercayaan (trust). Pada beberapa kasus, perkembangan komitmen nyata yang dicapai pada tahap keempat ini merupakan hasil perkembangan dari cinta. Meski demikian, pada kasus di mana masyarakat mengatur perkawinan sebagai suatu keharusan, komitmen merupakan hasil dari kesepakatan formal, dan selanjutnya keterlibatan emosional serta cinta berkembang mengikuti lahirnya komitmen tersebut.

Elemen Kepercayaan
Dengan memahami tahapan lumrah pengembangan hubungan percintaan di atas, kita dapat melihat bahwa cukup normal bila dalam mencapai komitmen hubungan jangka panjang, sebelumnya suatu pasangan melalui proses yang cukup bergejolak. Hal ini terjadi justru sejak hubungan memasuki tahapan mempererat hubungan. Bila mereka berhasil menyesuaikan diri dalam tahapan ini, selanjutnya dapat terbentuk rasa percaya terhadap pasangan. Kepercayaan terhadap pasangan seringkali kita pahami secara sederhana sebagai keadaan tidak adanya kecurigaan terhadap pasangan, bahwa dia tidak bakal selingkuh atau tidak akan membohongi kita. Sebenarnya untuk dapat benar-benar mencapai rasa saling percaya yang mendalam, terdapat beberapa elemen yang tidak terlalu sederhana. Dalam hubungan yang dalam, cinta dan kebahagiaan terkait erat dengan tiga elemen kepercayaan ini.

Deaux dkk. menyebutkan adanya tiga macam kepercayaan terhadap pasangan:


Pertama, kepercayaan yang mencakup predictability, yaitu kemampuan untuk meramalkan apa yang akan dilakukan pasangannya. Hal ini dapat dicapai dengan berjalannya waktu, melalui pengalaman sepanjang hubungan yang telah dilewati.

Bila kita telah merasa cukup memahami karakter pasangan, tidak ada lagi rasa khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan pasangan melakukan hal-hal yang tak diduga, kita akan dapat meramalkan apa yang akan dilakukan pasangan. Hal ini tentu akan memberikan rasa nyaman.


Kedua, kepercayaan yang berimplikasi dependability, yaitu mengembangkan asumsi tertentu tentang karakteristik dan kecenderungan-kecenderungan internal dari pasangannya. Hal ini berarti kita telah mampu mengembangkan pengertian-pengertian tertentu mengenai karakteristik pasangan.


Contohnya, kita memahami bahwa pasangan kita memiliki kecenderungan keras kepala, terkait dengan latar belakangnya pendidikan keluarganya yang keras dan bersifat menekan.


Atau kita memahami bahwa pasangan kita menyukai situasi tertentu dan tidak menyukai situasi yang lain. Seperti halnya dependability, elemen kepercayaan ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan fakta yang telah lewat.


Ketiga, kepercayaan yang berimplikasi faith. Pada tahap ini orang memandang ke depan, yakin bahwa outcome (hasil) tertentu akan dicapai. Ini berarti bahwa telah berkembang keyakinan bahwa dengan menjalani hidup bersama pasangan, kita akan mencapai hal-hal tertentu yang kita dambakan.


Menerima Pasangan Apa Adanya

Mempererat hubungan merupakan tahap yang sangat menentukan, apakah kita dapat mencapai rasa saling percaya dengan pasangan atau tidak. Meskipun sebagian pasangan telah mengambil komitmen hubungan jangka panjang, katakanlah menikah, belum tentu benar-benar telah mencapai kepercayaan yang mencakup tiga elemen tersebut di atas.


Itulah sebabnya, tidak jarang sepanjang perkawinan masih banyak pasangan yang masih belum dapat mencapai rasa saling percaya. Bila hal ini terjadi, yang perlu diusahakan adalah dengan terus mengusahakan keterbukaan.


Bila kita mengharapkan pasangan lebih terbuka, yang diperlukan adalah kesediaan kita untuk menciptakan rasa nyaman bagi pasangan sepanjang interaksi dengannya. Kenyamanan dalam interaksi dapat tercipta bila kita memberikan rasa penerimaan terhadap pasangan sebagaimana dia adanya.


Bagaimana kita dapat menerima pasangan sebagaimana dia adanya? Sekalipun pasangan kita bukan orang sempurna (seperti kita sendiri tidak pernah sempurna), kita dapat menerima dia sebagaimana adanya bila komitmen perkawinan kita cukup murni, tidak dicampuri oleh motif tertentu yang bersifat egoistis. Sebuah penelitian terhadap subjek yang rata-rata umurnya 38,1 tahun dan telah berpasangan rata-rata selama 12,6 tahun, menemukan bahwa individu yang berpasangan dalam jangka panjang yang motivasi komitmennya bersifat internal (benar-benar karena pilihannya; bukan karena menghasilkan reward, menghindari punishment, atau menghindari rasa bersalah), merasakan apa yang mereka lakukan sebagai pasangan sebagai hal yang menyenangkan. Persepsi semacam ini berhubungan langsung dengan kebahagiaan mereka dalam berelasi.